Sebenarnya dalam permalasalahan jumlah raka’at shalat
tarawih tidak ada masalah sama sekali. Tidak ada masalah dengan 23 raka’at atau
11 raka’at. Semoga kita bisa semakin tercerahkan dengan tulisan berikut.
Shalat Tarawih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia
pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah
mengatakan,
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
– صلى الله عليه وسلم
– يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ
فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ
رَكْعَةً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula
dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim
no. 738)
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau
menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama
kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir. Pada malam
berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan keluar.
Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang waktu fajar. Kemudian kami
menemui beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menunggumu
tadi malam, dengan harapan engkau akan shalat bersama kami.” Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya aku khawatir kalau akhirnya shalat
tersebut menjadi wajib bagimu.” (HR. Ath Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu
Khuzaimah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa derajat hadits ini hasan. Lihat
Shalat At Tarawih, hal. 21)
As Suyuthi mengatakan, “Telah ada beberapa hadits shahih dan
juga hasan mengenai perintah untuk melaksanakan qiyamul lail di bulan Ramadhan
dan ada pula dorongan untuk melakukannya tanpa dibatasi dengan jumlah raka’at
tertentu. Dan tidak ada hadits shahih yang mengatakan bahwa jumlah raka’at tarawih
yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 20 raka’at. Yang
dilakukan oleh beliau adalah beliau shalat beberapa malam namun tidak
disebutkan batasan jumlah raka’atnya. Kemudian beliau pada malam keempat tidak melakukannya agar orang-orang tidak
menyangka bahwa shalat tarawih adalah wajib.”
Ibnu Hajar Al Haitsamiy mengatakan, “Tidak ada satu hadits
shahih pun yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaksanakan shalat tarawih 20 raka’at. Adapun hadits yang mengatakan “Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat (tarawih) 20 raka’at”,
ini adalah hadits yang sangat-sangat lemah.” (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al
Quwaitiyyah, 2/9635)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Adapun yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah dari hadits Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadhan 20 raka’at ditambah witir, sanad
hadits itu adalah dho’if. Hadits ‘Aisyah yang mengatakan bahwa shalat Nabi
tidak lebih dari 11 raka’at juga bertentangan dengan hadits Ibnu Abi Syaibah
ini. Padahal ‘Aisyah sendiri lebih mengetahui seluk-beluk kehidupan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu malam daripada yang lainnya. Wallahu
a’lam.” (Fathul Bari, 6/295)
Jumlah Raka’at Shalat Tarawih yang Dianjurkan
Jumlah raka’at shalat tarawih yang dianjurkan adalah tidak
lebih dari 11 atau 13 raka’at. Inilah yang dipilih oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits yang telah lewat.
‘Aisyah mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan
Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR.
Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)
Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ – صلى
الله عليه وسلم – ثَلاَثَ
عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ
“Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari
adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764). Sebagian ulama
mengatakan bahwa shalat malam yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah 11 raka’at. Adapun dua raka’at lainnya adalah dua raka’at ringan yang
dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka melaksanakan
shalat malam, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
(4/123, Asy Syamilah).
Bolehkah Menambah Raka’at Shalat Tarawih Lebih dari 11
Raka’at?
Mayoritas ulama terdahulu dan ulama belakangan,
mengatakan bahwa boleh menambah raka’at
dari yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam
tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat
nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh
mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.” (At
Tamhid, 21/70)
Yang membenarkan pendapat ini adalah dalil-dalil berikut.
Pertama, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صَلاَةُ
اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا
خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ
“Shalat malam adalah dua raka’at dua raka’at. Jika engkau
khawatir masuk waktu shubuh, lakukanlah shalat witir satu raka’at.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Kedua, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَأَعِنِّى
عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan
memperbanyak sujud (shalat).” (HR. Muslim no. 489)
Ketiga, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَإِنَّكَ
لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ
رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً
وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً
“Sesungguhnya engkau tidaklah melakukan sekali sujud kepada
Allah melainkan Allah akan meninggikan satu derajat bagimu dan menghapus satu
kesalahanmu.” (HR. Muslim no. 488)
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan beberapa hal:
Keempat, Pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
memilih shalat tarawih dengan 11 atau 13 raka’at ini bukanlah pengkhususan dari
tiga dalil di atas.
Alasan pertama, perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidaklah mengkhususkan ucapan beliau sendiri, sebagaimana hal ini telah
diketahui dalam ilmu ushul.
Alasan kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah
melarang menambah lebih dari 11 raka’at. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan, “Shalat malam di bulan Ramadhan tidaklah dibatasi oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Yang dilakukan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau tidak menambah di bulan
Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari 13 raka’at, akan tetapi shalat tersebut
dilakukan dengan raka’at yang panjang. … Barangsiapa yang mengira bahwa shalat
malam di bulan Ramadhan memiliki bilangan raka’at tertentu yang ditetapkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari
jumlah raka’at yang beliau lakukan, sungguh dia telah keliru.” (Majmu’ Al
Fatawa, 22/272)
Alasan ketiga, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat malam dengan 11 raka’at.
Seandainya hal ini diperintahkan tentu saja beliau akan memerintahkan sahabat
untuk melaksanakan shalat 11 raka’at, namun tidak ada satu orang pun yang
mengatakan demikian. Oleh karena itu, tidaklah tepat mengkhususkan dalil yang
bersifat umum yang telah disebutkan di atas. Dalam ushul telah diketahui bahwa
dalil yang bersifat umum tidaklah dikhususkan dengan dalil yang bersifat khusus
kecuali jika ada pertentangan.
Kelima, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan
shalat malam dengan bacaan yang panjang dalam setiap raka’at. Di zaman setelah
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang begitu berat jika melakukan
satu raka’at begitu lama. Akhirnya, ‘Umar memiliki inisiatif agar shalat
tarawih dikerjakan dua puluh raka’at agar bisa lebih lama menghidupkan malam
Ramadhan, namun dengan bacaan yang ringan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Tatkala ‘Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab sebagai imam, dia
melakukan shalat sebanyak 20 raka’at kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga
raka’at. Namun ketika itu bacaan setiap raka’at lebih ringan dengan diganti
raka’at yang ditambah. Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum
daripada melakukan satu raka’at dengan bacaan yang begitu panjang.” (Majmu’ Al
Fatawa, 22/272)
Keenam, telah terdapat dalil yang shahih bahwa ‘Umar bin Al
Khottob pernah mengumpulkan manusia untuk melaksanakan shalat tarawih, Ubay bin
Ka’ab dan Tamim Ad Daari ditunjuk sebagai imam. Ketika itu mereka melakukan
shalat tarawih sebanyak 21 raka’at. Mereka membaca dalam shalat tersebut
ratusan ayat dan shalatnya berakhir ketika mendekati waktu shubuh. (Diriwayatkan
oleh ‘Abdur Razaq no. 7730, Ibnul Ja’di no. 2926, Al Baihaqi 2/496. Sanad
hadits ini shahih. Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/416)
Begitu juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa mereka
melakukan shalat tarawih sebanyak 11 raka’at. Dari As Saa-ib bin Yazid, beliau
mengatakan bahwa ‘Umar bin Al Khottob memerintah Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad
Daariy untuk melaksanakan shalat tarawih sebanyak 11 raka’at. As Saa-ib
mengatakan, “Imam membaca ratusan ayat, sampai-sampai kami bersandar pada
tongkat karena saking lamanya. Kami selesai hampir shubuh.” (HR. Malik dalam Al
Muqatho’, 1/137, no. 248. Sanadnya shahih. Lihat Shahih Fiqih Sunnah 1/418)
Berbagai Pendapat Mengenai Jumlah Raka’at Shalat Tarawih
Jadi, shalat tarawih 11 atau 13 raka’at yang dilakukan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah pembatasan. Sehingga para ulama
dalam pembatasan jumlah raka’at shalat tarawih ada beberapa pendapat.
Pendapat pertama, yang membatasi hanya sebelas raka’at.
Alasannya karena inilah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah pendapat Syaikh Al Albani dalam kitab beliau Shalatut Tarawaih.
Pendapat kedua, shalat tarawih adalah 20 raka’at (belum
termasuk witir). Inilah pendapat mayoritas ulama semacam Ats Tsauri, Al
Mubarok, Asy Syafi’i, Ash-haabur Ro’yi, juga diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Ali dan
sahabat lainnya. Bahkan pendapat ini adalah kesepakatan (ijma’) para sahabat.
Al Kasaani mengatakan, “’Umar mengumpulkan para sahabat
untuk melaksanakan qiyam Ramadhan lalu diimami oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu
Ta’ala ‘anhu. Lalu shalat tersebut dilaksanakan 20 raka’at. Tidak ada seorang
pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini menjadi ijma’ atau kesepakatan
para sahabat.”
Ad Dasuuqiy dan lainnya mengatakan, “Shalat tarawih dengan
20 raka’at inilah yang menjadi amalan para sahabat dan tabi’in.”
Ibnu ‘Abidin mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20 raka’at
inilah yang dilakukan di timur dan barat.”
‘Ali As Sanhuriy mengatakan, “Jumlah 20 raka’at inilah yang
menjadi amalan manusia dan terus menerus dilakukan hingga sekarang ini di
berbagai negeri.”
Al Hanabilah mengatakan, “Shalat tarawih 20 raka’at inilah
yang dilakukan dan dihadiri banyak sahabat. Sehingga hal ini menjadi ijma’ atau
kesepakatan sahabat. Dalil yang menunjukkan hal ini amatlah banyak.” (Lihat Al
Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9636)
Pendapat ketiga, shalat tarawih adalah 39 raka’at dan sudah
termasuk witir. Inilah pendapat Imam Malik. Beliau memiliki dalil dari riwayat
Daud bin Qois, dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan riwayatnya shahih. (Lihat
Shahih Fiqh Sunnah, 1/419)
Pendapat keempat, shalat tarawih adalah 40 raka’at dan belum
termasuk witir. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh ‘Abdurrahman bin Al Aswad
shalat malam sebanyak 40 raka’at dan beliau witir 7 raka’at. Bahkan Imam Ahmad
bin Hambal melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan tanpa batasan bilangan
sebagaimana dikatakan oleh ‘Abdullah. (Lihat Kasyaful Qona’ ‘an Matnil Iqna’,
3/267)
Kesimpulan dari pendapat-pendapat yang ada adalah
sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
“Semua jumlah raka’at di atas boleh dilakukan. Melaksanakan
shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat
bagus. Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan
kondisi para jama’ah. Kalau jama’ah kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at
yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka’at
ditambah dengan witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam
kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik.
Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan
raka’at-raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at
itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak
ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah
raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun seseorang
melaksanakan shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga diperbolehkan
dan tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan
dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya.
Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat
malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11
raka’at, maka sungguh dia telah keliru.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)
Dari penjelasan di atas kami katakan, hendaknya setiap
muslim bersikap arif dan bijak dalam menyikapi permasalahan ini. Sungguh tidak tepatlah kelakuan sebagian
saudara kami yang berpisah dari jama’ah shalat tarawih setelah melaksanakan
shalat 8 atau 10 raka’at karena mungkin dia tidak mau mengikuti imam yang
melaksanakan shalat 23 raka’at atau dia sendiri ingin melaksanakan shalat 23
raka’at di rumah.
Orang yang keluar dari jama’ah sebelum imam menutup
shalatnya dengan witir juga telah meninggalkan pahala yang sangat besar. Karena
jama’ah yang mengerjakan shalat bersama imam hingga imam selesai –baik imam
melaksanakan 11 atau 23 raka’at- akan memperoleh pahala shalat seperti shalat
semalam penuh. “Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis
untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al
Albani dalam Al Irwa’ 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih). Semoga Allah
memafkan kami dan juga mereka.
Yang Paling Bagus adalah Yang Panjang Bacaannya
Setelah penjelasan di atas, tidak ada masalah untuk
mengerjakan shalat 11 atau 23 raka’at. Namun yang terbaik adalah yang dilakukan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun berdirinya agak lama. Dan boleh
juga melakukan shalat tarawih dengan 23 raka’at dengan berdiri yang lebih
ringan sebagaimana banyak dipilih oleh mayoritas ulama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ
الصَّلاَةِ طُولُ الْقُنُوتِ
“Sebaik-baik shalat adalah yang lama berdirinya.” (HR.
Muslim no. 756)
Dari Abu Hurairah, beliau berkata,
عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه
وسلم- أَنَّهُ نَهَى أَنْ
يُصَلِّىَ الرَّجُلُ مُخْتَصِرًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang
shalat mukhtashiron.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Hajar –rahimahullah- membawakan hadits di atas dalam kitab beliau Bulughul Marom,
Bab “Dorongan agar khusu’ dalam shalat.” Sebagian ulama menafsirkan ikhtishor
(mukhtashiron) dalam hadits di atas adalah shalat yang ringkas (terburu-buru),
tidak ada thuma’ninah ketika membaca surat, ruku’ dan sujud. (Lihat Syarh Bulughul Marom,
Syaikh ‘Athiyah Muhammad Salim, 49/3, Asy Syamilah)
Oleh karena itu, tidak tepat jika shalat 23 raka’at
dilakukan dengan kebut-kebutan, bacaan Al Fatihah pun kadang dibaca dengan satu
nafas. Bahkan kadang pula shalat 23 raka’at yang dilakukan lebih cepat selesai
dari yang 11 raka’at. Ini sungguh suatu kekeliruan. Seharusnya shalat tarawih
dilakukan dengan penuh khusyu’ dan thuma’ninah, bukan dengan kebut-kebutan.
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
YouTube is the best sport for betting, casino, slots, and more
ReplyDeleteYouTube is the best sport 유튜브 for betting, casino, slots, and more entertainment. Play the latest YouTube games from the best technology companies.